Kutipan Buku :
"Islam : Risalah Cinta dan Kebahagiaan"
"Islam : Risalah Cinta dan Kebahagiaan"
Oleh Haidar Bagir (Pengajar Tasawuf)
Sukar bagi saya untuk membuat blog berisi suatu Resensi Buku non fiksi...resensi buku berarti saya
harus mendalami isi buku tersebut, kemudian menyarikan dan memberikan
pendapat...berat...
Daripada tidak mulai-mulai juga menuliskan sesuatu tentang buku-buku bagus
yang saya baca, saya mulai saja dengan istilah "Kutipan Buku"...saya akan mengutip
beberapa bagian di buku yang menurut saya menarik dan penting buat saya,
sebagai pengingat bagi saya...mohon maaf kepada pengarang buku yang saya kutip
jika kutipan-kutipan saya tidak pas menggambarkan maksud atau esensi
bukunya....
Buku berjudul “Islam : Risalah Cinta dan Kebahagiaan”, ditulis oleh
Haidar Bagir, seorang pengajar tasawuf. Buku terbitan Mizan setebal 213 halaman
yang saya baca ini, diterbitkan Februari 2013. Pada sampul buku tertulis
komentar dari Prof Komarudin Hidayat : “Sebuah buku yang menyajikan kedalaman
ajaran tasawuf, sekaligus sangat praktis dan relevan bagi upaya keseharian kita
untuk menggapai kebahagiaan hidup”.
Pada bagian awal, pengarang menjabarkan apa itu ‘kebahagian’.
- ‘Rasanya, tak ada satu pun makhluk manusia yang tidak sependapat bahwa tujuan hidup manusia di muka bumi ini adalah mencapai kebahagiaan (happiness, sa’adah). Meski kebahagiaan bisa dipahami dalam berbagai bentuknya – ada yang melihatnya sebagai bersifat psikologis, ada yang intelektual, dan ada yang spiritual – semua sepakat pada sifatnya yang menjadikan manusia bukan hanya begirah, bersemangat, dan menikmati hidupnya, melainkan terutama menebarkan ketentraman, kedamaian, kepenuhan makna, dan kepuasan yang tidak menyisakan kekosongan’....
- ’..., kebahagiaan tidak sama dengan kumpulan kenikmatan (pleasure). Mungkin saja hidup seseorang dipenuhi kenikmatan tapi dia tak bahagia. Kebahagiaan juga bukan berarti ketiadaan kesulitan atau penderitaan. Karena, boleh jadi penderitaan datang silih berganti, tetapi semuanya ini tidak merusak keberadaan kebahagiaan”...
- ‘..memang kebahagiaan bersifat intrinsik, ada di dalam hati kita, bukan ekstrinsik...’.’Bagi yang telah meraih kebahagiaan-yang melambari ini, apa pun bisa terjadi dalam kehidupan ‘luaran’ kita, tetapi rasa kebahagiaan akan tetap lestari’
- ‘pada puncaknya kebahagiaan (dan kesengsaraan) sesungguhnya produk persepsi. Apa saja, jika kita persepsikan secara positif, akan menyumbang kepada kebahagiaan kita, meskipun penampakan-luar atau kemasannya lebih menyerupai kesulitan’....’Bahkan, dapat kita katakan bahwa sesungguhnya kesedihan adalah sesuatu yang niscaya agar kita dapat mengidentifikasi dan merasakan kebahagiaan. Orang yang tak pernah merasakan kesedihan dan kesusahan akan kebal tidak sensitif terhadap kebahagiaan...kesusahan justru dapat menjadi latar belakang yang di atasnya kita dapat benar-benar dapat merasakan dan mengapresiasi kebahagiaan’....
Kemudian, dibahas mengenai ‘bagaimana meraih kebahagiaan’.
- ‘Bagaimana cara untuk mengaktualkan dan memelihara kebahagiaan dalam hidup kita? Kebahagiaan seseorang akan muncul ketika tidak ada kesenjangan antara apa yang kita dambakan dan hasil atau keadaan aktual kita....ada tiga bentuk usaha yang mungkin diupayakan manusia untuk mewujudkan kebahagiaan’
- ‘Pertama, bekerja keras untuk mengupayakan dan memenuhi apa saja yang kita dambakan dalam hidup ini...Sedikitnya ada dua kelemahan dalam cara ini. Satu, ada banyak kemungkinan bahwa kita tak akan pernah bisa memenuhi seluru kebutuhan kita. Dua, setiap kebutuhan kita terpenuhi, selalu muncul kebutuhan baru. Manusia tak akan pernah puas.”
- ‘Kedua, mengurangi atau menekan kebutuhan. Dengan berkurangnya kebutuhan, kemungkinan tak terpenuhinya kebutuhan kita semakin kecil. Demikian pula kemungkinan ketidakbahagiaan kita. Masalahnya manusia diciptakan Tuhan dengan dorongan untuk selalu rindu meraih pencapaian-pencapaian baru yang lebih baik...dengan kata lain, cara ini tidak realistis’
- ‘Ketiga, memiliki sikap batin sedemikan rupa sehingga apa pun yang terjadi atau datang pada diri kita selalu kita syukuri. Membangun suasana batin yang ditopang dengan sikap sabar dan rasa syukur yang kokoh seperti ini, akan mampu meredam kondisi-kondisi yang berpotensi menimbulkan kegelisahan hidup...Mari kita bekerja keras, mari kita kejar kesempurnaan, sebatas kemampuan kita. Akan tetapi at any point in time kita bersabar dan bersyukur atas apa saja yang telah kita raih, rela kepada apa saja yang dialokasikan-Nya kepada kita. Kita akan menemukan kebahagiaan dengan selalu berpikir positif dalam keadaan apapun, selalu mencari hikmah di balik setiap kejadian, seburuk apapun ia tampil dalam persepsi kita’.
(di atas adalah kutipan hal 7 s.d. 15)
Ujian adalah tanda cinta-Nya :
- (hal 57) ‘...sesungguhnya ujian tak lain adalah tanda cinta-Nya. Kiranya inilah, seperti terungkap di beberapa tempat dalam Al-Qur’an, yang Allah maksudkan ketika menyatakan bahwa betapapum cobaan dan kesulitan di permukaan tampak tidak menyenangkan, sesungguhnya di dalamnya ada hikmah, bagi manusia yang tertimpa cobaan itu.....: “QS Al-Baqarah:216 Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”.....
- (hal 162)’Karunia-Nya juga bisa menjadi ujian. Kekayaan, misalnya, dapat menjadi sumber kesombongan jika kita tidak memahaminya sebagai titipan Allah untuk, bukan hanya diri kita sendiri, melainkan orang lain yang membutuhkan uluran pertolongan kita. Kepintaran, kekuasaan, dan popularitas juga demikian’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar